Total Pageviews

Thursday, November 17, 2011

A little thing called marriage


"All marriages are happy. It's the living together afterward that causes all the trouble"
Raymond Hull

Pagi ini ketika sedang asyik mengajak main bayiku, tiba-tiba mbak ART terjatuh di teras depan. Aku kira jatuh biasa, kepleset saat mau ngepel. Ternyata dia ngalami black out. Kata tetangga (mbak PRT ini orang Madura yang suaminya jualan bakmi n nasgor, tinggalnya di kos-kosan 100 meter dari rumah) dia punya penyakit ayan yang kadang-kadang kumat. Dulu sempat ga direkomendasiin untuk hire dia karena penyakitnya itu. But we took her anyway!! She doesn't really know how to sweep or mop, coz it seems that every time she finishes there’s still dirt laying around. However, dia itu orangnya baik banget. She’s 21 years old with a three year old son. Very young to be a mother. And we can see her naïve-ness just like that. That’s what I love about her. Saking sayangnya barang-barangku yang masih bagus tapi ga pernah ku pakai ku kasihin semua ke dia. Dan dia senengnya bukan main!

Nah, back to this morning’s incident. Tiba-tiba terdengar suara mak gluduk di depan rumah, ternyata itu Mbak Fitri (that’s her name) yang jatuh. Pengen bantu dia, tapi lagi pegang anak yang lagi ogah ditaroh. Ya udahlah, akhirnya Cuma ngeliatin dianya aja sambil Tanya if she’s okay sembari panggil mamaku yang lagi di dapur. Ternyata mba Fitri pusing banget dan katanya ga bisa liat apa-apa. Mungkin saking pusingnya setelah itu dia pukul-pukul kepalanya dengan keras. Kontan mama dan aku teriak “eh jangan dipukulin kepalanya”. Eeeh habis itu tiba-tiba dia kejang. Kejangnya ini ga terus-terusan, jadi sedikit trus berhenti trus mulai lagi. Mama sama aku udah pucet pasi ga karuan deh wajahnya. Antara ga tega, pengen nolong, tapi ga mau terlalu dekat juga. Akhirnya mama masuk ke rumah inti dan panggil abiku. Abi keluar dan langsung nyamperin mba Fitri. Waktu itu mba Fitri masih dalam taraf agak ringan ya kejangnya karena masih bisa diajak komunikasi sama abi. Dia masih bisa jawab pertanyaan abi yang nanyain dia kenapa. Eeeeh dong dong dong. Ga lama setelah itu dia terjelungup ke depan sambil badannya terus bergetar. Aku yang lagi bawa bayiku disuruh nyingkir jauh-jauh. Kata mama takut nanti nular. Setelah itu mama manggil tetangga depan rumah (pemilik warung) untuk manggilin suaminya ke sini. Agak lama sampe akhirnya si mba Fitri reda kumatnya.

Usut punya usut, ternyata kemarin pagi mba Fitri semacam curhat sama mama. Dia bilang susah ya hidup berumah tangga itu apalagi buat keluarga ga punya kayak dia. Memang, suaminya hanya penjual bakmi dan nasgor yang pendapatannya kadang ga lebih dari Rp. 20.000. Padahal harga ayam Rp. 25.000 yah! Bayangpun! Kadang bahkan sudah keliling-keliling sampe jam 12 malem gitu ga dapet uang sama sekali. My heart goes for them. Lha, kalo sudah gitu seringkali si mba Fitri dijadiin pelampiasan. Entah mungkin di mata si suami udah ga keliatan kayak manusia lagi apa yah, kok sering dijadiin sasakan tinju. Mungkin kemarin itu mba Fitri abis dimarahin sama suaminya kali yah, soalnya tadi pagi dating-dateng udah nangis. Kata abi (yang juga orang Madura) itu hal yang biasa dilakukan oleh suami Madura.

Bukannya membandingkan, dan sebenarnya aku g terlalu suka bersyukur di atas penderitaan orang. Tapi tadi langsung bersyukur aku punya suami yang tangannya sayang sama aku. Alhamdulillah Gusti. And my heart really-really goes out for her. She’s so young and faced with the harshness of life and domestic violence. I thought, ya Allah, dia itu udah kasih anak buat suaminya, gendong-gendong selama 9 bulan di perutnya. Udah gitu belum lagi kalo ternyata she’s forced to have an unenjoyable sex with him (I can’t imagine!).

Life is sometimes hard. Waktu masih sendiri aja kadang-kadang ngerasa hidup itu susah. Belum kalo udah nikah, everything gets even more complicated. Living with another person, “living” with his/ her family, “living” with his/ her extended family. Kompromi dengan “kepentingan” dan keinginan orang lain; yang sebenarnya sih ga perlu untuk di kompromikan, tapi berhubungan itu orang tua ya jadi rikuh juga yah. Belum lagi dengan keinginan-keinginan kita sendiri, baik sebagai pasangan, orang tua, dan sebagai pribadi. It’s all complicated things. Kadang-kadang juga susah untuk wind down and just relax. But we have to, right? Kalo ga bisa mati berdiri deh! Haha lebay yah! Dan ini malah curcol.

Yah sudah, semoga your and my marriage is as happy as when you had your wedding ceremony! Semoga mba Fitri juga bisa work things out with her husband.

Wednesday, October 26, 2011

Tentang Hujan


"A rose must remain with the sun and the rain or its lovely promise won't come true"
Ray Evans

Hujan. Dari dulu aku suka hujan. Deru suaranya ketika menyentuh atap. Bau yang dibawanya sesaat setelah menghujam bumi. Sejuk yang mengikuti ketika akhirnya dia datang. Keindahan yang sederhana.

Hujan membawa banyak kisah untukku. Kebanyakan sih kisah-kisah romantis hehehe... Kisah tentang aku dan dia; suamiku. Cerita kita dimulai saat musim hujan. Masih segar di ingatan saat-saat kita roadtrip. Bercanda, ngobrol ngalor-ngidul, nyanyi-nyanyi gak karuan di mobil. Setiap road trip itu pula hujan turun. Hingga dia menyebutku dewi hujan!! I love the chill in the skin every time rain falls and we have our road trips. Dingin yang terasa hangat di hati. Aneh juga ya, dingin, tapi hangat. Sampai sekarang hujan membawa kegalauan yang indah akan masa-masa pacaran dulu (maklum, sekarang udah ada buntutnya, jadi agak susah yah untuk pacaran berdua aja). Kami berdua selalu suka dengan hujan.

Hujan bagiku adalah sesuatu yang indah. Ada dingin dan sendu yang hangat. So beautiful. The type of weather you'd produce a love poem/letter in! Gak tau deh udah berapa puisi yang kubuat saat hujan (agak lebay dikit, sebenarnya masih bisa diitung pake jari hehe). Hujan indah karena ia adalah makanan bagi jiwa. Membangkitkan sisi kanak-kanakku. Pernah ga, ngerasa pengen berlarian menari dibawah hujan? Just to be a kid again; fun and free. Hujan membasuh jiwa yang kering, sama seperti saat ia membasuh bumi yang lama merindukan sapaannya. Pernah suatu saat meditasi pas hujan turun. Rasanya luar biasa damai. Dia juga menyapaku. Membersihkanku. Saat itu aku merasa hujan turun bukan hanya untuk membasahi bumi, tapi juga jagat raya jiwa kita. Indah sekali. Aku bahkan masih bisa merasakannya saat ini, detik ini. Rasanya seperti mandi, tapi yang dimandiin soulnya. Kebayang gak segernya? Kayak ngerasa gerah, trus akhirnya bisa mandi pake air dingiiin gitu. Mungkin bisa dicoba sendiri yaah buat memastikan betapa segarnya!

Selamat mencoba!

"A rose must remain with the sun and the rain or its lovely promise won't come true"


Tuesday, October 25, 2011

Belajar Upgrade Blog

"Men can do things if they will"
Leon Battista Alberti

Weeew... Tak terasa udah pukul 12.30! Akhirnya blog ini bisa tampil seperti sekarang. Capek juga, dari tadi buka laman ini laman itu untuk belajar menyatukan berbagai detail-detail kecil untuk menjadikan blog ini, blog ini. Seru! Mulai milih-milih background sampe akhirnya nemuin cara untuk nampilin icon dan gambar-gambar seru. Sesuatu yang baru. Sesuatu yang tadinya kuanggap bukan sesuatu yang bisa kulakukan sendiri. Hampir saja putus asa (lebay) dan bingung juga tadi. Tapi dengan kegigihan bertrial-and-error akhirnya selesai juga! Ternyata aku bisa! Seperti kata Leon Battista Alberti, "Men can do things if they will". Manusia bisa melakukan apa saja jika dia berkemauan. Naah kemauan saya adalah untuk mempercantik blog ini sesuai dengan karakter saya. Romantis. Suka dengan detail. Agak complicated. Tapi simpel.

Enjoy!

Tragedi

Menelisik sejarah kehidupanku, kata 'tragedi' sering memenuhi liku jalan. Sebenarnya aku tak pernah ambil pusing dengan kejadian-kejadian itu, walaupun terkadang ada saat-saat dimana aku merasa begitu hina. Pagi ini ada kejadian yang membuatku terusik. Mempertanyakan kata tragedi. Ternyata benar kata orang, bahwa segala sesuatu bersifat relatif. Tergantung bagaimana kita melihatnya. Mungkin bagi ibuku sendiri kehidupanku penuh dengan tragedi. Mungkin ada bagian diriku yang beranggapan sama. Tapi tadi pagi aku merenung. Tragedi itu hanya sebuah kata, sebuah label yang diberikan seseorang atas suatu peristiwa berdasarkan pemaknaannya sendiri. Apersepsi. Benar bahwa liku hidup terkadang tidak semulus aspal jalan bebas hambatan di luar negeri. Seringkali kita jatuh. Sebagian besar orang menganggapnya sebagai kegagalan. Azab dari Tuhan. Murka Tuhan. Tapi apakah lantas kita hanya semakin terpuruk, tenggelam dalam asumsi-asumsi pikir kita yang belum tentu benar. Atau kita berhenti sejenak. Menarik nafas dan membuka hati? Bukankah Tuhan itu Maha Pengasih dan Penyayang? Rahmatnya melampaui segalanya. Kenapa masih sempet-sempetnya iseng ngerjain ciptaannya?! Tak mungkin. Segala yang terjadi dalam hidup, baik yang kita label 'baik' atau 'buruk', hanyalah rentetan kejadian yang sesungguhnya membawa kita padaNya. Dan jika kita harus memberi label, maka semuanya adalah baik, sepahit apapun kenyataannya. Tragedi hanyalah sebuah kata. Tidak lebih.